Filosofi Kihupan
Pada suatu masa ada seorang musafir miskin dengan seorang anak dan seekor unta tua yang hendak berpergian ke suatu tempat. Karena keadaan unta tersebut yang sudah tua maka orang tua tadi menyuruh anaknya untuk naik di atas unta dan meletakkan sedikit bakal perjalanan mereka, sedangkan beliau sendiri berjalan kaki sambil memegang tali kendali unta.
Pada saat beliau melintasi kampung pertama, kejanggalanpun terjadi, dimana semua orang dikampung tersebut mecela anak beliau dengan upatan anak tidak berperasaan karena anak tersebut membiarkan orang tuanya berjalan kaki, sementara dia sendiri duduk santai di atas punggung onta. Akibat upatan dan makian orang kampung tadi orang tua meminta pendapat kepada anaknya bagaimana kalau seandainya anaknya berjalan kaki dengan meegang tali kendala unta dan ayahnya duduk diatas unta. Anaknya menyanggupinya karena ini demi untuk menghindari fintah kalayak ramai.
Sesudah menganti posisi tersebut, mereka kembali melanjutkan perjalanan tadi. Namun alangkah terkejutnya mereka pada saat melintasi pemukiman penduduk selanjutnya, mereka masih saja mendapati upatan dan celaan, dimana penduduk tesebut memojokkan orang tua tadi dengan upatan tidak berotak, karena membiarkan anaknya berjalan kaki, sementara dia asik duduk santai diatas unta. Akibat cacian tersebut mereka memustuskan untuk naik unta secara bersama, dimana ayah dan anak tadi duduk bersama diatas unta yang sudah tua tersebut dengan tujuan untuk mengidari cacian orang.
Setelah mereka berdua manaiki unta tadi merekapun melanjutkan peljalanan kembali. Ketika mereka melewati desa berikutnya mereka masih tetap di caci dan di upat oleh penduduk setempat, kali ini cacian di kususkan kepada mereka berdua dimana meraka berdua dianggap tidak berotak dan kejam terhadap binatang, mereka mengatakan “sudah tau unta sudah tua masak dinaiki berduan dasar gak da otak tu orang” . setelah kejadian itu mereka memutuskan untuk berjalan kaki bersama dan dibiarkan unta berjalan kaki tanpa beban dengan tujuan tidak ada lagi cacian dan upatan jika waktu mereka melintasi desa selanjutnya.
Sesudah makan dan minum sejenak untuk perbakalan perjalan kaki, mereka menuruskan lagi perjalannya. Alngkah terkejutnya mereka ketika melewati desa selanjutnya ternyata cacian dan makian masih tetap ditujukan kepada mereka, kali ini caciannya mereka dianggap orang bodoh yang tidak bisa memamfaatkan kendaraan yang dimiliki. Mereka mengatakan ” bodoh kalilah kalian ini sudah ada kendaraan tapi masih berjalan kaki. Mendapati cacian ini mereka tidak melakukan apa-apa lagi karena kebutulan mereka sudah sampai pada tempat yang dituju dan orang tua itupun sempat berpikir seandaianya masih ada perjalanan jenis cacian dan upatan apa lagi yang akan mereka dapati.
Dari cerita pendek diatas bisa kita simpulkan begitulah gambaran kehidupan didunia ini, dimana kita akan selalu disalahkan oleh orang lain meskipun apa yang kita lakukan sudah sangat baik menurut kita. Contohya saja ketika ada orang kaya yang mendermakan hartanya kepada fakir miskin untuk menjalankan anjuran islam, masih ada juga orang yang menyalahkan sikap orang kaya ini dengan alasan pamer kekayaan, sok murah hati dan sebagianya. Jadi sebagai pedoman kita dalam megharungi kehidupan ini sebaiknya jagan pernah terpengaruh oleh hal-hal yang murahan seperti itu selama apa yang kita lakukan baik menurut kita dan tidak melanggar aturan agama dan aturan negara silakan saja berkreasi. kerana batu sandungan itu tetap akan ada selama menusia masih ada dimuka bumi yang dipicu oleh penyakit hati yang tidak pernah tersirami oleh ayat-ayat ilahi sehingga ia membutakan hatinya dengan rasa iri, sombong hasat dengki dan kianat. Marilah kita merenungi diri apakah kita termasuk dalam katagori orang yang saya sebutkan diatas, klau ya, maka cepatlah bertaubat, karena itu merupakan disa yang sangat besar dan allah tidak akan memasukkan orang-orang seperti itu dalam surganya, nauzubillah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar