Rubaiat Rindu

on Sabtu, 05 Februari 2011

/1/
sebab aku hanya rindu, maka menemukanmu sebagai hilir adalah kemungkinan yang tak ‎kunjung kita pahami. serupa keberangkatan dengan peta singgah yang tak pernah pasti. ‎atau biarkan saja tiap derap selalu terengah dengan luka dan nafasnya sendiri. kau, atau ‎aku yang harus sampai lebih dulu, waktu selalu lebih tahu. dan mengabadikanmu sebagai ‎hulu adalah puisiku paling lugu.‎

/2/
sudahlah, tak perlu lagi kau seterukan laju magrib yang menghampiri keretamu sore ini. ‎sedang senja adalah stasiun terakhir yang memishakan perjumpaan tadi pagi. atau ‎barangkali memang beginilah hidup harus kita sepakati. dialektika kegaiban yang tak ‎kunjung purna kita perhitungkan; makrifat keheningan di hijab malam. sudahlah, aku ‎akan selalu merindukanmu dalam diam. dan kita terlanjur berpamitan.‎

/3/
maka kini aku tahu, menggenangkan rindu di rahim waktu adalah membiarkan darah berhenti ‎melaju. sedang denting yang patah di jantungmu mengabadikan hasrat yang bertalu. ‎maka kubiarkan jarak yang tak sempat kita lipat tiba-tiba memanjang, mengukur jejak ‎ingatan yang tak sempat kita kenang. dialah aku, derap yang gemetar dan lelah mencari ‎sepi. membunuh mimpi setajam belati.‎

/4/
barangkali aku memang tak pernah tahu, bagaimana seharusnya membaca degub yang retak di ‎garisgaris tanganmu. sebab rindu yg pernah kita dahagakan tibatiba melepuh dan api ‎yang nanar di matamu makin luruh. maka kubiarkan saja jalan ini kekal tanpa muara, ‎dengan gang-gang sempit yang kian tua. barangkali waktu demikian renta. dan aku masih ‎terbata mengeja usia.‎

0 komentar:

Posting Komentar